Kotamadya Surakarta atau yang lebih dikenal dengan nama
Kota Solo, merupakan ibu kota karesidenan yang letaknya tidak jauh
dengan Yogyakarta.
Yogyakarta sebagai tempat dilahirkannya Muhammadiyah
oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 Nopember 1912 atau tepatnya
dengan tahun Hijriyah pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H. Sebab pada
tanggal tersebut terkandung maksud oleh K.H. Ahmad Dahlan hari-hari yang
penting bagi setiap Muslim dalam menghadapi hari raya Idhul Adha
(Qurban).
Maka sudah selayaknya kalau Kota Solo bisa
cepat menyesuaikan gerak dan langkahnya, dengan apa yang terjadi di
pimpinan pusatnya. Itulah sebabnya pada tahun 1930 Muhammadiyah
Kotamadya Surakarta telah mendirikan suatu lembaga pendidikan yang
bernama Madrasah Mu’allimin-Mu’allimat Muhammadiyah. Sebab Mu’allimin
yang bertempat di Kotamadya Yogyakarta telah berdiri lebih dahulu pada
tahun 1924.
Madrasah Mu’allimin-Mu’allimat Muhammadiyah pada waktu
itu belum mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, tetapi dengan
tekad dan hasrat yang besar Madrasah Mu’allimin-Mu’allimat dapat berdiri
dengan menyewa rumah seseorang di daerah Kelurahan
Semanggi-Pasarkliwon.
Bisa dibayangkan pelaksanaan pendidikan pada waktu itu,
suatu lembaga pendidikan yang menempati perumahan sebagai ajangnya.
Semuanya serba sederhana, kekurangan dan tidak memenuhi syarat walaupun
begitu tetap berjalan juga.
Sebagai pimpinannya yang pertama madrasah
Mu’allimin-Mu’allimat Muhammadiyah Surakarta adalah Bapak H. Sayuti (
almarhum ). Beliau dengan tekun memelihara madrasah itu hingga Jepang
masuk di negara kita kurang lebih pada tahun 1944.
Pada tahun 1948 ketika Belanda masuk kembali ke negara
kita dalam peristiwa Clash I, maka madrasah milik perorangan itu dibakar
demi keselamatan. Tetapi sisa bangunan yang belum terbakar itu justru
dijadikan markas Belanda. Maka sudah dengan sendiri madrasah lumpuh dana
terhenti dalam suasana yang kacau. Maka selama dua tahun madrasah
Mu’allimin-Mu’allimat berhenti tidak menjalankan fungsinya sebagai
lembaga pendidikan karena situasi dan kondisi pada waktu itu.
Pada tahun 1950 oleh Muhammadiyah diusahakan
kembali agar madrasah Mu’allimin-Mu’allimat dapat berfungsi kembali,
dengan madrasah tersebut di Balai Muhammadiyah Surakarta, yang terletak
di Jl. Slamet Riyadi Solo, yang sekarang ini sudah menjadi pertokoan
milik Cina.
Berhubung Balai Muhammadiyah sebagai ajang kegiatan
warga Muhammadiyah maka madrasah tersebut dipindahkan tempatnya dengan
mengontrak rumah seseorang di Jl. Totogan Solo. Pada tahun 1952,
kontrakpun habis dan sudah tidak bisa diperpanjang lagi, maka madrasah
pun harus pindah dan mencari tempat yang baru lagi. Oleh pimpinan
madrasah, yakni Bapak K.H. Sayuti madrasah dipindahkan ke daerah Kebalen
Kecamatan Jebres dengan menyewa pula. Karena melihat keadaan yang
demikian, Muhammadiyah dan Pimpinan memikirkan dana bagi pembangunan
gedung dan lokasinya.
Waktu berjalan begitu cepat, bulan berjalan
dan tahunpun berganti, tidak terasa waktu kontrakpun habis, sedang
madrasah sudah tidak mampu lagi melanjutkan sewanya karena sudah
dianggap terlalu tinggi, karena lokasinya bertempat di tengah kota. Maka
untuk melanjutkan misi pendidikannya madrasah harus pindah lagi dengan
memilih tempat dipinggir kota dengan pemikiran sewa rumah masih murah
dan dapat dijangkau oleh madrasah. Maka pimpinan madrasah mendapatkan
tempat di daerah Cinderejo, Kecamatan Banjarsari yang lokasinya masuk
ditengah-tengah kampung. Pimpinan Muhammadiyah pada waktu itu Bapak K.H.
Muh. Idris merasa prihatin dengan nasib madrasah yang selalu
berpindah-pindah dan tidak mempuyai gedung yang tetap.
Pada tahun 1960 masa sewa di daerah Cinderejo inipun habis dan harus berpindah karena lokasi madrasah yang tidak sesuai.
Dengan kerjasama yang baik dan dari yayasan
pendidikan Al Aetam Pasar Kliwon, madrasah boleh menempati gedung
tersebut dengan catatan madrasah Mualimin-Mu’alimat yang mengusahakan
mebellair dan peralatannya.
Belum lama menempati gedung Al Aetam ini Pimpinan Madrasah yakni Bp. K.H. Sayuti dipanggil kehadirat Allah.
Maka demi kelangsungan madrasah Muhammadiyah
menunjuk Masyurie Soetomo mengantikan Bp. K.H. Sayuti sebagai Pimpinan
Madrasah. Peremajaan pamong Madrasah dilakukan pada periode ini dengan
bantuan Muhammdiyah sepenuhnya dan Departemen Agama.
Berkat perjuangan yang dilandasi ikhlas dan
jujur, maka madrasah menerima tanah wakaf dari seorang ibu yang
letaknya di Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon. Tanah Wakaf itu
seluas kurang lebih 828 m2 yang nantinya sebagi calon gedung
madrasah yang permanen. Pimpinan Muhammadiyah pada waktu itu Bp. K.H.
Ibnu Salimi berusaha keras untuk mewujudkan gedung madrasah dengan modal
tanah wakaf tersebut. Maka siswa Madrasah Mu’alimin-Mu’alimat
dikerahkan untuk bekerja bakti dalam mewujudkan gedung madrasah yang
mereka cita-citakan. Berbagai sumber dana digali untuk terlaksananya
gedung madrasah, tidak sedikit sumbangan yang mengalir dari
kantong-kantong para dermawan guna pembangunan gedung madrasah
tersebut.
Maka pada awal tahun 1965 gedung madrasahpun
berdiri dan para siswa bisa menikmati dan membuka lembaran sejarah baru
dengan dimilikinya gedung yang baru sebagai sarana pendidikan yang amat
vital. Gedung madrasah yang baru ini memiliki 7 (tujuh) lokal dan satu
ruangan untuk kantor.
Berhubung pimpinan madrasah dipindahkan
tempat tugasnya oleh instansi, maka pimpinan selanjutnya dipegang oleh
Bp. Muhson Hamidi. Selama 3 tahun Bp. Muhson Hamidi memegang pimpinan
madrasah hingga tahun 1968, beliau dimutasi oleh atasannya yakni
Departemen Agama, untuk mengajar disalah satu SMA Negeri di Kodia
Surakarta.
Maka oleh pimpinan Muhammadiyah Daerah Kodia Surakarta
Majlis Pendidikan dan Pengajaran, pimpinan madrasah diserahkan kepada
dewan pimpinan madrasah yang terdiri dari :
1. Bp. Bakri Royani
2. Bp. Muhammadi
3. Bp. Masyuri Soetomo
Pimpinan Madrasah yang dikendalikan oleh
dewan pimpinan madrasah dapat berjalan hingga tahun 1976, kemudian dewan
pimpinan madrasah dicabut oleh Pimpinan Majlis Pendidikan dan
Pengajaran Muhammadiyah, karena dianggap menyalahi struktur kepemimpinan
dalam lingkungan sekolah-sekolah Muhammadiyah umumnya.
Maka oleh Pimpinan Muhammadiyah
ditetapkanlah seorang kepala madrasah untuk memimpin jalannya madrasah
kepada Bp. Muhammad Syatibi Dirjosuyatno setelah mengalami musyawarah
dan mufakat para pamong madrasah. Sebenarnya dalam urutan pertama
kepala madrasah jatuh kepada Bp. Muhammadi, tetapi berhubung beliau
tidak bersedia maka kepala madrasah dijabat oleh suara terbanyak
dibawahnya yaitu Bp. Muhammad Syatibi Dirjosuyatno tersebut.
Kepala Madrasah dibantu oleh Pembantu Utama
Direktur (PUD). Jumlah PUD disesuaikan dengan kebutuhan pada tiap-tiap
madrasah atau sekolah guna terselenggaranya pendidikan dengan
sebaik-baiknya.
Madrasah ini sejak tahun 1970 bagi siswa
kelas VI (enam) diberi hak untuk mengikuti ujian PGA Negeri sebagai
extrainer, tetapi yang ikut hanya sebagian siswa saja. Mulai tahun 1975
segenap siswa diharuskan mengikuti Ujian Negara, tetapi sayang setelah
Pemerintah lewat Dirjen Pendidikan Agama mengambil Polecy bahwa
disebutnya hak peserta bagi peserta ujian extrance bagi siswa-siswa dari
luar PGA. Peraturan tersebut diatas mulai berjalan atau berlaku dengan
menghabiskan para siswa yang masih belajar di kelas I. Maka pada tahun
1980 adalah merupakan tahun terakhir bagi peserta extrance dalam
mengikuti ujian PGA Negeri. Dengan kebijaksanaan tersebut, maka Madrasah
Mu’alimin banting setir merubah status agar para siswa dapat mengikuti
ujian Negara.
Menurut SKB 3 menteri (Menteri Agama,
Mendikbud, dan Mendagri) No. 6 th. 1975, No. 037/U/75, No. 36 th.1975,
tentang pengangkatan mutu pendidikan pada Madrasah, bahwa Madrasah
Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah setingkat
dengan SMP dan Madrasah Aliyah setingkat dengan SMA. Dengan adanya SKB 3
Menteri dan Kebijaksanaan Dirjen Pendidikan Agama diatas, maka Madrasah
Mu’alimin- Mu’alimat Muhammadiyah yang terdiri dari kelas I s/d VI
dirubah statusnya menjadi kelas I, II, III distatuskan Tsanawiyah dan
kelas IV, V, VI distatuskan Aliyah. Disamping peubahan status madrasah
diatas karena beberapa hal perubahan pimpinan madrasahpun terjadi, yang
tadinya dipegang oleh Bp. Syatibi Dirjosuyatno kemudian dipegang oleh
Bp. Drs. Abdul Rozaq Rais hingga sekarang, dengan PUK Bp. Muhammadi dan
Bp. Bakri Royani yang mana beliau adalah sebagai tokoh dan pendiri
madrasah sejak tahun 1952.
Mengingat sudah terjadinya perubahan status
nama, yakni Tsanawiyah dan Aliyah, maka tahun 1981 untuk pertama kali
siswa kelas III mengikuti ujian di MAN, yang nama semula bergabung pada
PGAP dan PGAA.
Tanggal 18 Agustus 1981, Kyai. Bakri Royani tokoh
pendiri dan PUD madrasah telah dipanggil kehadirat Illahi di RS.
Kustati, juga karena sakit beberapa lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar